KARYA TULIS ILMIAH
Ada
beberapa macam kebohongan, Kebohongan yang dilakukan semata mata untuk
menghindari hukuman adalah jenis yang paling buruk. Kebohongan yang
dilakukan untuk tidak menyinggung perasaan orang lain dianggap tidak begitu
buruk. Kebohongan altruistic, yang dilakukan untuk untuk menolong atau
bahkan menyelamatkan seseorang, dianggap dapat dimaafkan dan bahkan
terpuji.
Penelitian pada anak-anak yang
sering berbohong menunjukkan bahwa mereka sering terlibat dalam tindakan
antisosial antara lain menipu, mencuri dan tindakan kekerasan.
Apa yang dapat dilakukan oleh
orang tua untuk mengajarkan pentingnya kejujuran kepada anak? Hasil riset
menunjukkan bahwa anak-anak yang sering berbohong kebanyakan berasal dari
keluarga dimana orang tuanya juga sering berbohong. Anak anak yang
mendapat pengawasan yang minimun dari orang tua atau ditolak oleh orang tuanya
juga lebih sering tidak jujur.
Oleh karena itu penulis ingin mengjak semua orang yang
membaca karya tulis ilmiah ini untuk berhenti berbohong terhadap oang tua.
Karena telah kita ketahui berbohong itu tidak hukumnya dosa,
MUdah-mudahan Karya Tulis Ini bermanfaat, !!!
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Di kalangan
remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri.
Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi
mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang
paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat
atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan
bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada
orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman
bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu
sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan
kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai
gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi
tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan
menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan
melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain
sebagainya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana latar
belakang sikap dan prilaku siswa terhadap lingkungan keluarga
2.
Apa faktor
penyebab kebohongan terhadap orang tua dikalangan remaja?
3.
Apa dampak yang
timbul dari kebohongan terhadap orang tua kalangan remaja?
1.3
Maksud
dan Tujuan Penulisan
Adapun Msksud
dan Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
latar belakang ssikap dan prilaku siswa terhadap lingkungan remaja.
2.
Untuk mengetahui
faktor penyebab kebohongan terhadap orang tua di kanlangan remaja.
3.
Untuk mengetahui
ampak yang timbulndari kebohongan terhadap orang tua dikalangan remaja.
1.4
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat
penyusunan KTI ini adalah sebagi berikut :
1.
Agar dapat
mengetahui yang menjadi latar belakang sikap dan prilaku siswa terhadap
lingkungan keluarga.
2.
Agar dapat
mengetahui faktor penyebab kebohongan terhadap orang tua di kalangan remaja.
3.
Agar dapat
mengetahui dampak yang timbul dari kebohongan terhadap orang tua dikalangan
remaja.
4.
Agar dapat
mengetahui solusi guna mencegah kebohongan terhadap orang tua dikalangan remaja
siswa kelas XII IPS I.
1.5
Metode
Teknik Dan Penulisan
Metode penelitian yang dilakukan
penulisan dalam menyusun penulisan karya tulis ini adalah menggunakan
deskriftif kualitatif.
Teknik penelitian yang dilakukan penulis
yaitu dengan mengumpulkan dan mengolah semua data serta informasi yng di peroleh
dari responden melalui penyebaran angket kepada siswa-siswi kelas XII IPS SMA
NEGRI 6 GARUT. Lalu dituangkan dalam karya tulis ini.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Masalah kenakalan remaja mulai
mendapat perhatian yang khusus sejak dibentuknya suatu peradilan untuk
anak-anak nakal atau juvenile court pada tahun 1899 di Cook County,
Illinois, Amerika Serikat. Pada waktu itu, peradilan tersebut berfungsi sebagai
pengganti orangtua si anak - in loco parentis - yang memutuskan perkara
untuk kepentingan si anak dan masyarakat. Dalam pandangan umum, kenakalan anak
dibawah umur 13 tahun masih dianggap wajar, sedangkan kenakalan anak di atas
usia 18 tahun dianggap merupakan salah satu bentuk kejahatan. Dalam tulisan ini
hanya akan dibahas kenakalan yang dilakukan oleh para remaja dalam usia 13
sampai dengan 18 tahun.
Kenakalan remaja dapat ditimbulkan
oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:
2.1 PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: "Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama". Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: "Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama". Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
2.2 PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.
Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.
Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
2.3 DAMPAK PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.
Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus atau tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.
Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus atau tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
2.4 UANGSAKU
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
2.4.1
Anak menjadi boros
2.4.2
Anak tidak menghargai uang, dan
2.4.3
Anak malas belajar, sebab mereka
pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
2.5 PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Metode Penulisan
Langkah-langkah
yang penulis lakukan untuk mengolah data adalah sebagai berikut ;
1. Memeriksa
Data
Yaitu melakukan pemeriksaan
terhadap data yang masuk untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan pada data
tersebut.
2. Tebulasi
data
Yaitu membuat tabel-tabel dari data
yang diperoleh dari responden untuk melihat bobot setiap alternative jawaban
pada soal yang diberikan responden.
3. Perhitungan
data
Penulis menggunakan cara presentase
untuk memudahkan dalam mengolah data dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
|
Keterangan :
P = Presentase
f = Frekuensi Jawaban responden terhadap
salahsatu opsi
n = Jumlah responden
4.
Tafsiran data
dari jumlah sample
-
0% = ditafsirkan tidak ada
-
1%-25% = ditafsirkan sebagian kecil
-
26%-50% = ditafsirkan setengahnya
-
51%-70% = ditafsirkan lebih dari setengahnya
-
71%-90% = ditafsirkan sebagian besar
-
90%-100% = ditafsirkan seluruhnya
B.
Penetapan
Populasi dan Sample
Populasi
adalah keseluruhan objek yang menjadi pusat perhatian penelitian, dalam
penelitian ini populasinya adalah siswa SMAN 6 Garut.
Sample
adalah beberapa bagian dari suatu keseluruhan yang dipilih secara khusus untuk mewakili keseluruhan itu. Cara
pengambilan sample dilakukan secara acak kepada 15 orang siswa SMAN 6 Garut.
A.
Hasil
Penelitian
Di bawah ini merupakan
data hasil penelitian terhadap sample atau responden yang telah ditentukan
secara acak.
1.
Apakah jenis
kelamin anda?
TABEL 1
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
A. Perempuan
B.
B. Laki-laki
|
10
10
|
50%
50%
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diperoleh bahwa yang menjawab Yasebesar
100 % atau 20 orang data tersebut merupakan responden yang mengisi angket
sedangkan yang menjawab Tidak sebesar 0%, maka menunjukan semua responden yang
mengisi angket.
2. Berpa
usia anda?
TABEL 2
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
<17
>17
|
0
20
|
0%
100%
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil bahwa sebesar 20 responden menjawab Ya 100% atau semuaresponden memiliki orangtua., maka
dapat di simpulkan bahwa sample seluruhnya memiliki orangtua.
3.
Masih lengkapkah
orangtua anda ?
TABEL 3
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Ya
B.
Tidak
|
20
0
|
100 %
0 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang orangtuanya masih
lengkap adalah 100 % atau 20 orang dan yang menjawab tidak adalah 0 % , maka dapat
di simpulkan bahwa sampel seluruhnya masih memiliki orangtua yang lengkap.
4.
Apakah anda suka
berbohong kepada arang tua ?
TABEL 4
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Ya
B.
Tidak
|
16
4
|
80 %
20 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan bahwa suka
berbohong kepada orang tua 80 % atau 16 orang dan yang menjawab mengatakan
bahwa tidak pernah berbohong dirumah adalah 20 % atau 4 orang, maka dapat di
simpulkan bahwa banyak yang berbohong kepada orang tua.
5. Jika
orang tua tau anda berbohong apakah selalu marah?
TABEL 5
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
C.
Ya
D.
Tidak
|
20
0
|
100%
0%
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang orangtuanya selalu menyuruh belajar adalah 100
% atau 20orang yang menjawab orang tuanya marah simpulkan bahwa samplesebagian
besar orang tuanya marah
6.
Bagaimana jika
orang tua tau saat anda berbohong?
TABEL 6
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Marah
B.
Tidak Marah
|
15
5
|
75 %
25 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan orangtua
selalu marah jika anaknya berbohong adalah 75 % atau 15 orang dan yang menjawab
orangtua tidak marah anaknya berbohong adalah25 % atau 5 orang, maka dapat di
simpulkan bahwa samplesetengahnya mengatakan orang tua tidak marah anaknya
berbohong.
7.
Apakah anda
sadar bahwa berbohong itu dosa ?
TABEL 7
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Ya
B.
Tidak
|
20
0
|
100 %
0 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari data di atas dapat
diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan bahwa bohong itu dosa, adalah
100 % atau 20 orang dan yang menjawab bahwa bohong itu tidak dosa, adalah 0%, maka dapat di simpulkan bahwa
sample seluruhnya mengatakan bahwa berbohong itu dosa.
8.
Apakah orang tua
anda selalu mengajarkan untuk tidak berbohong ?
TABEL
8
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Ya
B.
Tidak
|
20
0
|
100 %
0 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari data di atas dapat
diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan orangtua selalu mengajarkan
anak untuk tidak berbohong adalah 100 % atau 20 orang dan yang menjawab orangtua
mengerjakan anak untuk berbohong adalah 0%, maka dapat di simpulkan bahwa
sample seluruhnya mengatakan orang tua selalu mengajarkan anak untuk tidak
berbohong.
9.
Apakah anda tau
berbohong itu tidak baik ?
TABEL 9
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Ya
B.
Tidak
|
13
7
|
65 %
35 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan berbohong
itu tidak baik adalah 65 % atau 13 orang dan yang menjawab berbohong itu baik
adalah 35 % atau 7 orang, maka dapat di simpulkan bahwa sample lebih dari
seluruhnya mengatakan berbohong itu tidak baik.
10.
Jika anda
menjawab Ya apa alasan anda ?
TABEL 10
Alternatif jawaban
|
Frekuensi sample
|
Presentase
|
A.
Karena
Terpaksa
B.
Karena
Terbiasa
|
9
11
|
45%
55 %
|
Jumlah
|
20
|
100 %
|
Dari
data di atas dapat diambil simpulan bahwa responden yang mengatakan karena
terpaksa adalah adalah 45 % atau 9 orang dan yang menjawab karena terbiasa
adalah 55 % atau 11 orang, maka dapat di simpulkan bahwa sample sebagian besar
mengatakan karena terbiasa .
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Meningkatnya
kebohongan remaja pada masa sekarang dapat diakibatkan oleh kurang perhatiannya
orang tua dalam mengawasi pergaulan anak remaja dizaman sekarang. Banyak faktor
yang menjadikan anak remaja memilih untuk berbohong demi mendapatkan kebebasan
atau kepuasan yang mereka inginkan. Karena kebanyakan anak remaja sekarang
lebih memilih berbohong daripada jujur untuk mendapatkan sesuatu yang mereka
inginkan.
Beberapa
anak remaja sekarang sangat mudah iri bahkan ingin dipuji oleh teman
sepermainannya. Oleh sebab itu banyak anak remaja yang memilih berbohong demi
memuaskan diri mereka agar mendapat apa yang mereka inginkan. Menurut agama
diajarkan bahwa berbohong itu tebagi menjadi dua yaitu berbohong karena
terpaksa dan berbohong karena disengaja. Dan kebanyakan anak remaja saat ini,
mereka berbohong dengan sengaja tanpa memikirkan ampak dari apa yang mereka
lakukan.
SARAN
Saran
yang dapat penulis sampaikan dari hasil pembuatan karya tulis ini yaitu pembaca
di sarankan untuk tidak berbohong karena jika telah berbohong itu sangat tidak
baik.
Berusaha untuk jujur
karena kejujuran itu adalah modal dasar agar
kita dapat dipercaya oleh orang lain yang ada disekitar kita. Orang yang jujur
sudah tentu banyak disukai banyak orang, tetapi sekali kita berbohong maka
rusak sudah kepercayaan orang lain terhadap kita bahkan orang tua sekalipun
No comments:
Post a Comment