AKHLAKUL KARIMAH
A. Pengertian Akhlak
Secara etimologis
kata “ Akhlak “ merupakan bentuk jamak dari kata Al-Khuluq yang berarti; tabiat, budi pekerti, atau kebiasaan (adat
). Kalimat tersebut mengandung
persesuaian dengan perkataan “Khalqun”
yang berarti: kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq” yang berarti: Pencipta, dan “makhluq” yang berarti : yang diciptakan.
Perumusan
pengertian “Akhlak” timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dengan makhluq dan antara makhluq dengan makhluq.
Adapun
pengertian sepanjang terminologi yang dikemukakan oleh Ulama Akhlak antara lain
sebagai berikut :
a.
Ilmu
Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang
terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b.
Ilmu
Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan
buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka
yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat pada
jiwa manusia yang daripadanya lahir perbuatan- perbuatan dengan mudah, tanpa
melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian.
Jika keadaan hal tersebut melahirkan
perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam
), maka disebut akhlak yang baik (mahmudah). Tetapi apabila bertolak belakang
dengannya, disebutlah orang itu berakhlak buruk (mazmumah).
Dengan
demikian akhlakul karimah merupakan akhlak yang mulia menurut ajaran Islam
seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada ummatnya yang bersumber dari Al- Qur’anul
Karim.
B. Syarat-
Syarat Akhlak
Oleh
karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa
seseorang, maka suatu
perbuatan disebut akhlak apabila terpenuhi 2 (dua )
syarat
1)
Perbuatan
itu dilakukan berulang- ulang. Apabila suatu perkerjaan atau perbuatan hanya dilakukan sesekali
saja tidaklah disebut akhlak. Misalnya, seseorang
yang jarang berderma tibs- tibs memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Tindakan
tersebut tidak dapat disebut murah hati atau
berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat dalam jiwanya. Bukan kebiasaannya.
2)
Perbuatan
itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu, sehingga ia benar- benar
merupakan kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul
karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang
tidaklah disebut akhlak.
C. Ciri- Ciri Akhlak Islam
Akhlak
dalam pandangan Islam menempati posisi yang sangat penting. Oleh karena itu,
maka segala aspek ajaran agama selalu berorientasi pada pembentukkan dan
pembinaan akhlak mulia, yang kemudian terkenal dengan sebutan Al- Akhlak Al-
Karimah. Hal ini tercermin antara lain dalam sabda Rasulullah SAW.
انمابعست لء تممامكارم الاخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R.
Ahmad, Baihaqi, dan Malik).
اكمل المومنين ايمانااحسنهم خلقا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” ( H.R. Tirmidzi).
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik” ( H.R. Tirmidzi)
“Takwa kepada Allah dan akhlak yang
baik adalah sesuatu yang paling banyak
membawa manusia ke dalam syurga” (H.R.
Tirmidzi).
Akhlak Nabi Muhammad SAW biasanya disebut akhlak Islam, karena akhlak ini bersumber dari Al- Quran. Oleh
karena itu, Akhlak Islam mempunyai ciri- ciri tertentu yang membedakannya
dangan akhlak wad’iyah ( ciptaan manusia). Adapun ciri- ciri akhlak Islam
sebagaimana berikut ini :
1)
Kebaikannya
bersifat mutlak ( Al- khairiyyah al-
mutlaqah), yaitu kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun
masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apapun.
2)
Kebaikannya
bersifat menyeluruh, yakni untuk seluruh ummat manusia di segala zaman,dan
semua tempat.
3)
Tetap
langgeng dan mantap, tidak berubah oleh perubahan zaman, tempat atau kehidupan
masyarakat.
4)
Kewajiban
yang harus dipatuhi. yaitu kewajiban yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan
hokum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang
yang tidak melaksanakannya atau melanggarnya.
5)
Pengawasan
yang menyeluruh, artinya karena akhlak Islam bersumber dari Allah, maka
pengaruhnya lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia. Misalnya seseorang yang tidak berani
melanggar kecuali setelah ragu- ragu dan kemudian akan menyesali perbuatannya
untuk selanjutnya bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak mengulanginya lagi.
Ini terjadi karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah
hati nurani yang hidup yang didasarkan pada agama dan akal sehat yang dibimbing
oleh agama serta diberi petunjuk.
D. Pembagian Akhlak
Pada
prinsipnya, ada 4 ( empat ) hal yang harus kita pahami dalam mencapai akhlak
mulia (akhlakul karimah). Pertama berakhlak kepada Allah, kedua berakhlak
kepada Rasul, ketiga berakhlak kepada
sesama manusia, dan keempat berakhlak kepada sesama makhluk hidup terutama
hewan dan tumbuhan.
1. Berakhlak Kepada Allah
a.
Beriman : Meyakini bahwa Allah
sungguh- sungguh ada. Dia mempunyai segala sifat kesempurnaan dan sunyi dari
segala sifat kelemahan. Juga yakin bahwa Ia sendiri memerintahkan untuk
diimani, yakni: Malaikat-Nya, Kitab yang diturunkan-Nya, Rasul dan Nabi-Nya,
Hari kemudian beserta Qadla dan Qodar’ yang telah ditetapkan-Nya.
b.
Tha’at : Melaksanakan
perintah- perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sebagaimana
difirmankan :
وَاَطِيْعُواللّهَ وَرَسُوْلَ
لَعَلّكُم تُرْ حَمُوْنَ
“Ta’atlahkepada (perintah) Allah dan
(perintah)Rasul-Nya supaya kalian mendapat
rahmat” (Q.S.
Ali-Imran: 132)
c.
Sabar : Dalam mengarungi
kehidupan di dunia ini, manusia tidak selamanya mengalami kesenangan atau kebahagiaan. Ada masa- masanya manusia tertimpa musibah
atau mengalami hal- hal yang tidak menyenangkan. Dalam hal inilah diperlukan adanya sikap (akhlak)
muslim yang beriman kepada Allah,
diantaranya adalah sabar. Sabar artinya tabah dalam menghadapi segala cobaan dari Allah.
Memang kesabaran itu lebih pahit
laksana jadam, tetapi buahnya lebih manis dari
madu. Adapun manfaat kesabaran itu dapat dinikmati setelah orang lulus daripadanya, dengan memperoleh kemenangan.
Allah
menjanjikan akan bersama- sama orang
yang sabar. Firman-Nya :
اِنّ اللّهَ مَعَ
الصّبِرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-
orang yang sabar” (Q.S. al-Anfal: 46)
يايهاالذ
ين امنوااستعينوبالصبروالصلوة انالله مع الصبر ين
“Dan sesungguhnya akan Kami
berikan cobaan kepadamu dengan sesuatu daripada ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta benda, jiwa dan buah- buahan. Sampaikanlah kabar gembira
kepada oranng- orang yang sabar”.
(
Q.S. al- Baqarah : 155).
d.
Ikhlas : Yakni akhlaq dan
kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah SWT dengan ikhlas dan pasrah,
tidak boleh beribadah kepada apa dan siapa pun selain kepada-Nya.
وَمَااُمِرُوْا اِلاّلِيَعبُدُوااللّهَ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدّيْنَ
“Manusia tidak diperintah
ibadah melainkan kepada Allah dengan tulus ikhlas, kebaktian semata- mata
karena-Nya”
(Q.S. Al-Bayyinah: 5)
e.
Tadlarru’ dan Khusyu’ : Dalam beribadah kepada Allah hendaklah bersifat sungguh- sungguh, merendahkan diri
serta khusyu’ kepada-Nya.
قدافلح
المومنون .الد ين هم في صلو تهم حاسعون
“Beruntunglah orang- orang yang beriman.
Mereka yang khusyu’ dalam shalatnya” (Q.S.
Al-Mu’minun : 1-2)
f.
Ar-Raja’ dan Ad-Du’a : Manusia
harus mempunyai pengharapan (ar-Raja’= optimisme) bahwa Allah akan memberikan
rahmat kepadanya. Dengan sikap ar-Raja’ini maka manusia memanjatkan doa pengharapan
atas rahmat-Nya. Allah menyuruh manusia untuk berdoa kepada-Nya, maka Dia akan
mengabulkan doa hamba-Nya yang bersungguh- sungguh. Seperti dalam firman-Nya :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادعُوْنِى اَسْتَجِْب لَكُمْ
“Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”
(Q.S. Al-Mumin : 60)
الدعع مح العبده
“Doa
itu adalah ibadah” ( H.R. Ahmad dan Bukhari)
Doa sebagai ibadah dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan hal- hal berikut :
1)Hendaklah badan dalam keadaan bersih dari
segala kotoran dan najis;
2)Sebaiknya menghadap kiblat;
3)Niat ikhlas disertai hati yang bersih;
4)Khusuk
sambil merendahkan diri yang disertai suara yang lemah lembut;
5)Yakinkan bahwa doa akan dikabulkan;
6)Berdoa yang wajar dan memungkinkan;
7)Tidak putus asa apabila belum dikabulkan;
8)Lebih baik berdoa yang berasal dari Al-Quran
dan Hadits; serta
9)Mengerti dan memahami makna tujuan doa.
g.
Husnud-dhan : Yakni sikap
manusia berbaik sangka kepada Allah. Janganlah kita mempunyai prasangka yang
buruk kepada Allah.
Rasulullah
SAW, tiga hari sebelum wafatnya, berpesan :
لايمو
تن احد كم الاوهومحسن باللّه الظنّ
“Janganlah mati salah seorang dari kalian,
melainkan dalam kadaan berbaik sangka
kepada Allah”.
(H.R. Muslim)
h.
Tawakkal : Mempercayakan
diri kepada Allah dalam merencanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan
dengan mantap
فاذاعزمت فتوكل عل الله انالله يحب المتو كلين
“Apabila engkau
telah mempunyai kemauan yang keras (ketetapan hati), maka percayakanlahdirimu kepeda Allah,
karena Allah suka kepada orang-orang yang mempercayakan diri” ( QS.3 Ali Imran : 159 )
i.
Tasyakur dan Qana’ah : Berterimakasih
atas pemberian Allah dan merasakan kecukupan atas pemberian-Nya itu. Firman
Allah:
وامابنعمةربك فحد ث
“Dan
terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. ( Q.S. adh-Dhuha : 11)
واذ
تاذ ن ربكم لبن شكر تم لازيد نكم ولبن كفر تم ان عذابى لشد يد
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat)
kepadamu. Dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka seesungguhnya azab-Ku sangat
pedih” (Q.S. Ibrahim : 7)
j.
Malu : Sikap malu lebih
patut ditujukan kepada Allah, yang dengan sikap itu seorang mukmin malu
mengerjakan kejahatan dan malu apabila ketinggalan dalam kebaikan. Seorang
mukmin yakin betul bahwa segala tingkah lakunya dilihat oleh Allah SWT, baik
yang terbuka maupun yang tersembunyi.
k.
Taubat dan Istighfar : Manusia
tidak lepas dari dosa dan noda. Dalam keadaan seseorang terjerumus ke dalam
salah satu dosa, hendaklah manusia itu segera ingat kepada Allah, menyesali
perbuatannya dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya serta kembali (taubat)
dengan sebenar-benarnya taubat.
Sebagaimana
firman Allah SWT ;
يَاَيُّهَاالَدِ
يْنَ تُوبُوْااِلَى اللَّةِ تَوْبَةً نَصُوْحًا عَسَ رَبّكُمْ اَيُّكَفِّرَعَنْكُ
سَيّاَ تِكُم وَيُْدْ خِلَكُمْ جَنَّتٍ
تَجْرِ مِن تَحتِهَاالانهر
“Hai
orang-orang beriman, hendaklah kalian benar- benar taubat kepada Allah, agar segala dosa kalian diampuni dan
kalian dimasukkan ke dalam surga yang
di bawahnya mengalir sungai- sungai”. (Q.S.
At-Tahrim: 8)
2. Berakhlak Kepada Rasulullah
Allah telah mengutus Rasul dan Nabi-Nya yang terakhir, yakni
Muhammad SAW, dimana manusia mempunyai sejumlah kewajiban kepadanya:
a.
Menerima
ajaran yang dibawanya :
ومااتكم الرسوفخذوه ومانهكم عنه
فنتهوا
“Apa-apa yang dibawa oleh Rasul itu hendaklah
kalian terima dan apa- apa
yang dilarangnya, hendaklah kalian jauhi” (Q.S.
Al- Hasyr : 7)
b.
Mengikuti
sunnahnya: Adalah menjadi kewajiban bagi ummat untuk mengikuti jejaknya yang
baik dalam ibadah maupun dalam akhlak. Sabda beliau:
عليكم بسنتي وسنة
الخلفاءالراشد ين من بعدي
“Hendaklah
turut sunnahku (cara atau perjalananku) dan sunnah para khulafaur-rasyidin sesudahku” (H.R. Abu Dawud)
c.
Mengucapkan
salam dan shalawat kepadanya
3. Berakhlak Kepada Sesama Manusia
a. Prinsip Akhlak di Lingkungan Keluarga
1) Akhlak Orang Tua
Kepada Anak
Salah satu nikmat dalam lingkungan keluarga adalah
anak yang shaleh. Untuk membina anak yang shaleh diperlukan asuhan yang
baik dan tepat dari orang tua. Jika anak menjadi “salah
asuhan”, maka menjadilah anak yang salah
yang menyengsarakan keluarga bahkan lingkungan masyarakatnya.
Untuk membina
anak menjadi shaleh, maka pihak orang tua mempunyai
sejumlah tugas dan tanggung jawab moral (akhlak) yang perlu dipenuhinya, meliputi:
(1)
Menjaga
keselamatan anak: Dimulai sejak dalam kandungan rahim ibunya, anak memerlukan
perhatian sehingga anak dapat lahir dengan selamat sehat wal’afiat;
(2)
Mendoakan
keselamatan anak- anaknya;
(3)
Mengaqiqahkan
dan memberi nama yang baik
(4)
Menyusukan
dan memberi makan;
(5)
Memberikan
kiswah (pakaian) dan tempat tidur yang layak;
(6)
Mengkhitankan;
(7)
Memberikan
ilmu (pendidikan) yang berguna;
(8)
Mengawinkan
jika sudah mencapai baligh.
2) Akhlak
Anak Kepada Orang Tua
Tiada orang yang lebih besar jasanya kepada kita, melainkan orang
tua kita. Merekalah sebagai perantara lahirnya seorang manusia aying
dunia. Keduanya telah menanggung kesulitan dalam memelihara dan merawat kita.
Terutama ibu kita telah menderita kepayahan dan kelemahan selama berbulan-bulan
lamanya ketika kita masih dalam rahimnya. Setelah kita lahir ke dunia ini, kita
dirawat dan dibesarkannya dengan tanpa pamrih. Kasih sayang yang tiada taranya telah
mengantarkan seorang bayi menjadi tumbuh dewasa dan bayi mandiri.
Dalam hal inilah, ternyata
ajaran Islam menempatkan kedua orang tua yang perlu dihormati setelah Allah dan
Rasul-Nya.
ووصيناالانسان
بوالد يه احسناحملته امه كر هاووضعته كرها
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya yang telah
mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya
dengan susah payah pula” (Q.S.
Al-Ahqaaf: 15)
Sebagai timbal baliknya, maka
Islam mengajarkan prinsip- prinsip akhlak yang perlu ditunaikan oleh anak
kepada orang tuanya, antara lain sebagai berikut:
(1)
Patuh
: Mematuhi atau mentaati perintah orang
tua, kecuali dalam hal ma’siat atau yang bertentangan dengan ajaran agama;
(2)
Ihsan :
Berbuat baik yang sebaik- baiknya kepadanya, mengingat firman Allah:
وقضى
ربك الاتعبد واالااياه وبالوالد ين احسانا “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepadaibu bapakmu
dengan sebaik- baiknya”. (Q.S. Al- Isra : 23)
(3)
Perkataan
yang lemah lembut: Jangan sekali- kali berkata kasar atau membentaknya . Allah
memperingatkan :
امايبلغن عند ك الكبراحد همااوكلهما
فلا تقل لهمااف
ولاتنهر هماوقل لهماقولا كر يما
“Maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ‘ah’ . Dan janganlah kamu membentak mereka. Tetapi hendaklah
kamu berkata kepada keduanya dengan perkataan yang mulia ( sopan)”. (Q.S. Al- Isra : 23)
(4)
Bersikap
merendah diri dan selalu mendoakannya (baik ketika mereka masih hidup, maupun
setelah wafat). Dalam Al-Quran diperintahkan :
وخفض
لهماجناح الذ ل من الر حمة وقلرب ارحمهماكما ربينى صغير
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih aying. Dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, Ampunilah
kepada ibu bapakku dan kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya telah mengasihi
daku ketika masih kecil”. (Q.S. Al-
Isra: 24)
(5)
Membantu
meringankan beban orang tua ; dan
(6)
Menjaga
nama baik orang tua
(7)
Utamakan
dahulu kepada ibu, karena berbakti kepada ibu itu pahalanya berlipat ganda.
برّ الوالدةعلى الدضعفان
“ Berbakti kepada ibu itu berlipat dua
dengan berbakti kepada seorang ayah”. (H.R.
Ibnu Muni)
2). Akhlak
Suami Kepada Istri
Suami
adalah pemimpin rumah tangga yang tertinggi berdasarkan statusnya sebagai pria
yang lebih kuat (fisik dan nafqah). Dengan kelebihan itulah, maka suami
dibebani akhlak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan , antara lain:
a)
Menggauli
istri dengan sopan ;
b)
Memberikan
nafkah bathin;
c) Memberi nafkah lahir;
“Sejahat- jahatnya manusia ialah orang yang
membikin sempit (belanja)
atas keluarganya” (H.R. Thabrani)
d)
Menyimpan rahasia istri.
3). Akhlak
Istri Kepada Suami
Sementara
pihak istri berhak memperoleh pelayanan dari suaminya, maka dia pun mempunyai
kewajiban akhlak yang perlu ditunaikan dengan baik, yang meliputi :
a)
Patuh
kepada suami dan menjaga kehormatan diri;
فالصلحت قنتت حفظت للغيب بماحفظ الله
“Perempuan-perempuan yang baik itu ialah yang taat dan menjaga
(kehormatan diri dan harta suami) di waktu suaminya tidak ada di rumah” (Q.S.
An-Nisa: 34)
b)
Melayani
suami intuk tidur bersama;
c)
Menjaga
dan mengurus harta suami;
d)
Berterima
kasih atas pemberian suami;
“Allah
benci kepada wanita yang tidak berterima
kasih kepada suaminya,
padahal dia perlu kepada suaminya”.
(H.R. an-Nasai)
e)
Tinggal
bersama dan tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami; dan
f)
Menyimpan
rahasia suami.
4).
Akhlak Kepada Tetangga
Tetangga adalah orang yang rumahnya
berdekatan dengan rumah kita. Merekalah orang pertama yang memberikan
pertolongan apabila kita terkena musibah, seperti sakit, meninggal dunia atau
membutuhkan pertolongan lainnya. Oleh sebab itu, pergaulan dengan tetangga
harus diperhatikan benar- benar.
Menghormati tetangga akan menciptakan hubungan yang baik.
Bentuk penghormatan kepada tetangga diantaranya adalah melalui ucapan, tingkah
laku yang wajar yang tidak menyinggung perasaannya.
Sabda Rasulullah SAW :
من كان يو من بالله واليوم الاخر فليكرم جاره
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, maka hendaklah memuliakan
tetangganya”. (H.R. Bukhari- Muslim)
خيرالجيران عنداللهخيرهم لجاره
“Sebaik- baiknya tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik terhadap
tetangganya” (H.R. Ahmad,Turmudzi)
Secara rinci hubungan bertetangga itu dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1)
Menolong
atau membantu tetangga yang membutuhkan pertolongan;
2)
Menolong
meringankan beban tetangga yang kurang mampu;
3)
Tidak
berkata kasar sehingga menyakitkan hatinya atau menyibggung perasaannya;
من كا ن يو من بالله واليوم الاخر فلايو ن جاره
“Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka tidak boleh
ia menyakiti tetangganya” (H.R. Bukhari)
4)
Membantu
tetangga yang terkena musibah;
5)
Menjenguk
tetangga apabila ia sakit;
6)
Turut berduka
cita apabila ia meninggal dunia;
7)
Jangan
memamerkan sesuatu, baik barang ataupun makanan kepada tetangga;
8)
Kepada aying
tetangga harus saling menjaga keamanan dan ketertiban
“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya
tidak selamat dan
aman dari kejahatan” (H.R. Muslim)
b. Prinsip Akhlak Dalam Lingkungan Perguruan
Sebagaimana kita ketahui, bahwa akhlak terdapat dalam setiap
lingkungan pergaulan manusia, maka demikianlah dalam lingkungan perguruan,
pendidikan dan pengajaran dimana terdapat hubungan antara guru dan murid terdapat
pula prinsip- prinsip kesopanan yang perlu dilaksanakan oleh semua pihak.
(8) Akhlak
Guru Dalam Mengajar
a)
Niat ikhlas: Hendaklah
guru mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan hati karena
mengharapkan keridloan Allah semata;
b)
Kasih sayang : Hendaklah
seorang guru merasa diri sebagai orang tua yang memandang murid- muridnya
seolah- olah sebagai anaknya sendiri. Dengan demikian guru menyayangi muridnya
dan membimbingnya seperti kepada anaknya sendiri;
c)
Adil dan bijaksana:
Seorang guru harus berlaku bijaksana dalam mengajar yakni harus memilih suatu
sistim dan metode didaktik yang tepat serta adil atau tidak pilih kasih kepada
muridnya;
d)
Menghargai waktu: Guru
yang bijak adalah guru yang dapat menggunakan waktu mengajar secara tepat,
untuk itulah dibutuhkan jadwal mengajar;
e)
Memberi teladan yang baik: Guru tidak hanya mengajar dalam bentuk lisan, namun yang terlebih
penting adalah harus memberikan contoh perbuatan (teladan) dalam berakhlak yang
baik yang mudah ditiru oleh murid- muridnya.
(9) Akhlak
Murid Kepada Guru
Dalam
menghadapi seorang guru, maka murid pun
harus melaksanakan prinsip- prinsip akhlak yang baik sesuai dengan kedudukannya
selaku orang yang membutuhkan hikmah pengetahuan :
a)
Niat : Hendaklah seoranng
murid memasang niat yang suci dalam hatinya untuk menjernihkan hati sehingga
mudah menangkap pelajaran. Niat yang penuh keikhlasan menyingkirkan godaan
syetan dan mengundang nur Ilahi. Ilmu
itu sesungguhnya cahaya Allah dan tidak akan diberikan kepada orang yang
durhaka;
b)
Azam : Seorang murid
haruslah memiliki kemauan yang keras untuk memahami ilmu;
فا صب
كما صبر اولواالعزم من الرس ولاتستعجل لهم
“Hendaklah engkau berhati teguh seperti
keteguhan hati para Rasul yang memiliki
kemauan keras” (Q.S. Al- Ahqaf: 35)
c)
Tekun : Memperhatikan
pelajaran dengan serius atau penuh perhatian;
d)
Patuh dan hormat kepada guru: Bersikaplah patuh dan hormat kepada guru sebagaimana kita patuh dan
menghormati orang tua. Berbicaralah dengan bahasa yang sopan dan ucapkanlah
salam apabila bertemu dengan mereka disertai rasa hormat. Sabda Rasulullah SAW:
“Muliakanlah orang yang kamu belajar
daripadanya” (H.R. Abul Hasan al- Mawardi)
e)
Berterima kasihlah kepada guru : Karena apa pun alasannya mereka telah berjasa mendidik kita
d. Prinsip
Akhlak Dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan
ummat adalah amanah yang tidal dapat lepas dari prinsip- prinsip akhlak.
Padanya terdapat hak dan kewajiban moral yang timbal balik antara rakyat (ummat)
dengan pemimpin (penguasa). Faktor moral atau akhlak ummat menentukan pwmbinaan
kepemimpinan ummat.
1) Akhlak
Pemimpin (penguasa)
Pada
prinsipnya, setiap pemimpin perlu menghiasi diri dengan semua akhlakul karimah.
Jika tidak demikian, sang pemimpin tidak akan sukses dalam misi
kepemimpinannya. Sehubungan dengan itu, maka setiap pemimpin perlu memiliki
sifat- sifat sebagai berikut :
a)
Beriman
dan bertaqwa: Keimanan dan ketaqwaan itulah yang paling pokok dalam kepribadian
seorang pemimpin. Jika tidak, maka tidak dapat diharapkan dari buah
kepemimpinannya, kecuali kegagalan, maksiat dan kedhaliman.
b)
Kelebihan
rohani dan jasmani: Pemimpin harus kuat fisik dan mentalnya untuk mengemban
amanah kepemimpinan yang dipundakkan ummat kepadanya.
c)
Berilmu
pengetahuan:
Rasulullah SAW,memperingatkan :
“Apabila kepengurusan diserahkan kepada yang
bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya” (H.R. Bukhari)
d)
Berani :
Pemimpin harus berani dalam berbuat kebenaran dan berani bertanggung jawab juga
berani mengambil keputusan penting pada waktunya. Jika tidak, maka ia akan
“dimakan” oleh waktu.
e)
Amanah
(jujur) : Hanya pemimpin yang jujurlah yang dapat melaksanakan tugasnya dengan
ikhlas dan penuh tanggung jawab.
f)
Hikmah :
Dalam mengambil langkah- langkah penting yang menentukan, perlu memiliki sikap
bijaksana dalam tindakan.
g)
Lapang
dada : Sifat ini memungkinkan seorang pemimpin suka bermusyawarah, tidak
bersifat otokratis dan dictator, tenang dalam langkahnya dan tidak gegabah,
berkepala dingiin atau bersedia menerima kritikan orang banyak.
h) Penyantun dan
pengasih: Tidaklah patut seorang pemimpin bersifat angkara murka, pemarah , kejam, bengis dan
sebagainya. Dalam Al- Quran dikemukakan:
فبمارحمة
من الله لنت لهم ولوكنت فظاغليظ القلبل
لانفضوا من حولك
“Maka dengan rahnat Allah, engkau bersikap
lemah lembut kepada mereka.
Sekiranya engkau keras dan kejam tentulah mereka akan lari (meninggalkan
engkau) dari sekelilingmu” (Q.S.
Ali-Imran: 159)
h)
Iklas dan
rela berkorban: Sifat inilah yang memungkinkan seorang pemimpin melayani
kepentingan rakyat dengan sungguh- sungguh. Jika tidak, maka pemimpin itu hanya
akan bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri.
i)
Tekun dan
sabar: Sikap inilah yang membuat pemimpin tahan uji, tidak mudah mundur dalam
melaksanakan rencana yang telah digariskan,
j)
Adil:
Rasulullah SAW, dalam salah satu Haditsnya menerangkan, diantara dolongan yang
akan memperoleh perlindungan dari naungan Allah di kemudian hari ialah pemimpin
yang adil.
k)
Pada
prinsipnya setiap pemimpin perlu memiliki segala sifat- sifat mahmudah dan
menjauhkan diri sifat- sifat mazmumah.
2) Akhlak
Rakyat Terhadap Pemimpin
Sebagai
timbal balik dari sikap pemimpin terhadap rakyat, maka rakyat pun memiliki sikap-
sikap tertentu terhadap pemimpin yang di ajarkan oleh akhlak Islam.
a)
Patuh:
Taat melaksanakn perintah dan peraturan yang telah digariskan oleh pemimpin,
selama tidak menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
“Adalah keharusan bagi setiap muslim,
mendengar perintah (pemimpin) dan
mematuhinya, baik apa- apa yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan,
selama perintah itu bukan maksiat. Maka apabila diperintah untuk maksiat,
tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat” (H.R. Bukhari)
b)
Nasihat: Jika pada pemimpin ada tanda- tanda kesalahan
dan penyimpangan, maka rakyat wajib menegurnya dan memberikan peringatan dengan
nasihat yang baik (konstruktif). Jika tidah mengindahkan teguran dan meneruskan
kedhalimannya, maka rakyat berhak memberhentikannya dan mengangkat pemimpin
baru yang jujur dan bertanggung jawab.
“Jihad yang paling mulia ialah perkataan yang
benar kepada penguasa yang
dhalim” (H.R. Abu Dawud)
c)
D o a
: Seyogyanya rakyat harus selalu
mendoakan pemimpinnya agar selalu diberi taufik dan hidayah oleh Allah SWT,
sehingga kepemimpinannya berhasil dan berjalan pada garis yang diridlai Allah.
d). Silaturahmi
Silaturahmi
adalah menyambungkan rahmat serta kasih aying antara yang satu dengan yang
lainnya. Menyambungkan rahmat serta kasih aying kepada orang lain akan membawa
kelapangan rejeki serta akan memanjangkan umur atau tali persaudaraan. Dalam
arti sekalipun seseorang sudah meninggal dunia, ia akan dirasakan masih hidup
dan dikenang sepanjang hayatnya.
3. Berakhlak
Kepada Makhluk Lain
a).
Akhlak kepada Hewan
Salah satu
keharusan Allah Swt adalah diciptakannya hewan atau binatang banyak ayat- ayat Al-Quran yang
menunjukkan keberadaan serta kedudukannya guna kepentingan manusia itu sendiri.
ومامن دابة فى الارض ولاطبريطيربجناحيه الاامم
امشالكم
مافرطنافى الكتب من شي ثم الى ربهم يحشر ون
“Dan tiadalah binatang- binatang yang ada di
bumi dan burung- burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat- umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun
di dalam Al- Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan” (Q.S.
Al-An’am: 38)
Dikatakan,
bahwa hewan diciptakan guna memenuhi kebutuhan manusia. Dalam hal ini ,anusia
dapat memanfaatkan keberadaannya, baik sebagai makanan atau minuman (diambil
susunya) maupun sebagai kendaraan atau dimanfaatkan tenaganya.
Adapun
tatacara menyayangi (berakhlak) kepada hewan diantaranya adalah sebagai berikut
:
(1)
Tidak menyakiti
atau menyiksa serta tidak membebani
muatan yang terlalu berat;
(2)
Harus
mempunyai sikap sayang . Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ارحموا
من فالارض يرحمكم من فى السماء
“Sayangilah makhluk- makhluk yang ada di
bumi, niscaya engkau akan disayang oleh (para malaikat) yang ada di
langit”
(3)
Dilarang
mengadukan hewan atau binatang walaupun demi kesenangan pribadi;
(4)
Hewan
peliharaan harus dirawat dengan baik;
(5)
Apabila
hendak disembelih, hendaklah menggunakan tatacara atau ketentuan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
b. Akhlak
kepada Tumbuhan
Tumbuh-
tumbuhan yang ada di sekeliling kita adalah sarana kebutuhan hidup manusia. Dan perlu disadari sebagian
besar keperluan hidup manusia yang sangat pokok
berasal dari tumbuh- tumbuhan.
Allah berfirman :
ينبت لكم به الزرع والزيتون والنخيلوالاعناب ومن
كل الثمرت
ان فى ذ لك لاية لقوم يتفكر ون
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan
itu tanam- tanaman; zaitun, korma,
anggur, dan segala macam buah- buahan. Sesungguhnya yang demikian itu benar- benar terdapat
tanda- tanda( kekuasan Allah) bagi kaum yang
berfikir” (Q.S. An-
Nahl: 11)
Demikian
pentingnya tumbuh- tumbuhan bagi kehidupan manusia, menyebabkan kita harus memelihara
sebaik- baiknya. Misalnya, ada tumbuh- tumbuhan yang dapat dimakan, baik
buahnya, daunnya, batangnya, maupun umbinya, harus mendapat perawatan yang baik
agar dapat tetap menghasilkan. Dengan cara
memberinya pupuk, disiangi, dan disiram serta jangan merusak tanpa suatu
keperluan (seperti menebang pohon sembarangan dan merusak hutan). Nabi Muhammad
SAW, sewaktu mengirimkan tentaranya dalam perang Muktah tahun 629 M, memberi
peringatan dan nasihat untuk tidak
merusak atau menebang pohon.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Pendidikan
akhlak merupakan instrument yang paling fundamental untuk menyikapi dampak
buruk dari arus globalisasi terutama yang menyangkut krisis dekadensi moral.
2.
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, antara yang terpuji
dan tercela, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia serta menyatakan tujuan
yang harus dituju dalam perbuatan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan
mereka sehingga diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.
Akhlak
merupakan suatu keadaan yang melekat pada jiwa seseorang yang daripadanya lahir
perbuatan- perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan
ataupun penelitian.
4.
Akhlakul
karimah merupakan ahklak mulia yang telah dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah
SAW kepada ummatnya hingga akhir zaman yang berpedoman pada Al- Quran dan
As-Sunah.
5.
Suatu
perbuatan disebut akhlak apabila terpenuhi syarat; (1) perbuatan itu dilakukan
berulang- ulang dan (2) perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa perlu
dipikirkan atau diteliti lebih dahulu sehingga benar- benar merupakan
kebiasaan.
6.
Ciri- ciri
akhlak Islam antara lain; Kebaikannya bersifat mutlak, menyeluruh, dan tetap
langgeng/ mantap sampai akhir zaman serta kewajiban yang harus dipatuhi
merupakan hukum yang harus dilaksanakan karena adanya sanksi bagi orang yang
melanggarnya.
Dalam mencapai
akhlakul karimah, pada prinsipnya ada empat hal yang harus dipahami menyangkut
hak dan kewajiban manusia sebagai pelaku akhlak, antara lain; berakhlak kepada
Allah, berakhlak kepada Rasulullah, berakhlak kepada sesama manusia dan
berakhlak kepada makhluk lain terutama hewan dan tumbuhan
No comments:
Post a Comment